Skak Mat, Bung!!! Pematahan Usaha Pematahan “Keyakinan”

|
Rabu 3 April - 01.38-02.33

Skak Mat, Bung!!! Pematahan Usaha Pematahan “Keyakinan”
dan yang Saya Yakini. 5-0

Sial. Pagi ini saya kembali meradang. Bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Fasis tetaplah fasis, dan saya masih kurang paham apa itu fasis walaupun sudah baca buku Paul Wilkinson “New fascist” yang lama dipinjam teman saya dan belum kembali. Dari hasil debat kusir -selama sekitar satu setengah jam- dengan teman saya yang mengaku telah mematahkan keyakinan saya dengan segala macam hal yang dia anggap “benar”, justru logika yang saya tawarkan telah lebih jauh meninggalkan apa yang dia yakini dan kalau dia masih waras, mungkin dia akan sadar kalau keyakinannya itu telah saya patahkan dan saya buat hancur lebur.

Kali ini saya mencoba mengembalikan dan bermain dengan “keislaman” saya, mungkin menuju sufi. Entahlah, saya ini masih bodoh dan masih harus disebut bodoh agar saya termotivasi untuk mencari lebih banyak ilmu. Tapi teman saya sangat –amit-amit- lebih bodoh lagi. Aargh!!!

Akan saya sampaikan secara singkat saja, karena terlalu mulia rasanya saya menuliskan tentang debat kusir ini.

Mencoba memaknai Adam dan Hawa saja, maka itu merupakan pijakan pertama sebelum berkata manusia bergolong-golong. Manusia ini kan punya otak, dalam otak ada akal bukan?? Lalu apa gunanya akal kalau tidak dipakai??

Dulu adam tinggal di suatu tempat yang luar biasa sempurna dan terlengkapi segala macam kebutuhan, tapi ada satu hal yang dilarang di sentuh, yaitu buah kuldi. Muncul hawa sebagai representasi nafsu dan gairah dan kuriositas/keingintahuan yang meminta adam mengambilkan buah “terlarang” tersebut. Tuhan murka. Maka adam diturunkan ke bumi beserta hawa.

Bumi ini jelas adalah neraka, sebuah azab, hukuman bagi hambanya yang melanggar perintahnya. Tapi perilaku ini sekaligus merupakan sebuah aksi revolusioner pertama sejak keberadaan umat manusia. Yang bahkan sangat sederhana, “Adam memetik buah”.

Apakah mereka menikah? Siapa penghulunya? Tentu pertanyaan saya ini terkesan sangat bodoh bagi orang yang tertutup pemikirannya. Tetapi makna yang kita dapat dari perilaku adam adalah sebuah hal yang telah membedakan kita dengan binatang, yaitu akal dan pikiran.

Dalam segala kemewahan (sebut saja surga) dan apapun tersedia, sudah jelas tidak akan ada motivasi untuk melakukan apapun. Seperti pemberian nilai lebih atau komoditas mistis atas suatu merek dalam masyarakat sekarang. Maka otak menjadi sangat mubazir.

Kemudian. Di bumi mereka beranak pinak, saya masih kurang paham bagaimana bisa muncul ras kulit putih, melayu, tionghoa, negro dan lain-lain. Dari hal ini saja sudah jelas jika manusia akan muncul bergolong-golong. Lalu apa masalahnya?? Lalu dia bilang kalau dia tidak mau mengikuti orang kebanyakan, toh padahal dia juga telah mengikuti jalan orang kebanyakan dalam “kaum”nya. Dia melanjutkan bahwa siapa bilang adam itu manusia pertama? Saya juga tidak tahu. Dan lucunya, dia juga tidak tahu.

Seperti bertanya lebih mana telur atau ayam? Kemudian muncul teori evolusi Darwin di kepala saya. Apa memang dulu nenek moyang kita sebangsa monyet? Bahkan monyet masih lebih pintar dalam menjalani hidupnya.

Dalam fase hanya ada adam dan hawa saja, norma belum terbentuk, struktur masyarakat belum terbentuk, agamapun (mungkin belum ada, karena katanya Rasullulah membawa penerang dengan quran sebagai cahaya). Saya tekankan padanya bahwa saya tidak ragu satu apapun pada Al’Quran. Tetapi masalah muncul pada saat pemaknaan. Lagi-lagi itu gunanya akal bung!! Toh, anda juga bergolong-golong.

Teman saya berkata, lo yakin ga jadi penonton atau pelaku dalam dunia? Saya jawab tegas, “saya pelaku!!”. Saya sudah membebaskan diri dari agama, karena keyakinan hanya milik saya saja. Keyakinan anda ya terserah anda. Yahudi juga kan anak cucu adam dan hawa. Lalu apa masalahnya? Hanya persepi. Kalau inginkan perdamaian, maka lakukanlah perang dan pembantaian umat manusia, kemudian bunuh dirimu sendiri. Tapi sayang saya hanya bagian super kecil dari dunia.

Back to the point coy!! Lalu saya bilang, “maaf, buat saya, kamu itu masih bodoh! Seperti orang tingkat S3 mengajar tesis atau disertasi pada anak kelas 1 SD”. Terpaksa saya harus membawa-bawa syeh siti jenar, walaupun serat siti jenar masih butuh kritik dan pertanyaan dari kita (untuk yang sudah membaca). Dalam pandangan siti jenar, kehidupan ini adalah kematian, nanti setelah apa yang orang sebut “mati”, barulah manusia hidup dalam kehidupan abadi. Syariat islam belum terjadi di dunia kematian, tapi di dunia kehidupan nanti, yang orang sebut sebagai kematian.

Dia bertanya lagi, “apa kamu yakin bahwa ajaran siti jenar dan pandangan kamu benar?”. Saya jawab, “saya tidak melegitimasi, tidak berkata pembenaran tentang ajaran yang ada, karena kalau saya sudah berkata “benar”, maka saya sudah tidak lagi berpikir, dan sungguh sangat percuma tuhan menciptakan akal bung!”. Bukankah kita di perintah untuk, “iqro” yang berarti “baca”. Bukankah itu berarti membaca adalah perintah. Berilmu juga berarti merupakan perintah. Kalau tidak berilmu berarti tidak menjalankan perintah. Dosa? Entahlah. Tuhan pun masih merupakan misteri.

Disini dia berkata sangat fatal dan terjadi pembalikan pematahan keyakinan. “semua orang itu tidak mengerti!”. Lalu saya berkata, “kalau semua orang tidak mengerti maka, kamu juga tidak mengerti donk? Lalu untuk apa kita diskusi sekarang? Saya lebih setuju kalau kamu mengubah kalimat tadi dengan –orang jaman sekarang jarang yang mengerti-”. Kalau dia masih memegang teguh kalimat pertamanya, maka orang yang mengajari dia pertama kali tentang “agama” dan “keagamaan” itu pun tidak mengerti, seperti orang pander belajar melihat gajah dari orang buta.

Kesimpulannya kemudian dia berkata, “Kalau saya lanjutkan, saya takut mematahkan keyakinan anda!”. Saya menjawab lagi, “justru terbalik kawan, saya yang mematahkan keyakinan anda!”. Sayang kemudian telepon terputus, dan sayangnya juga pulsa saya habis, jadi tidak bisa lagi sms seorang gadis yang sedang beranjak dewasa yang marah karena smsnya tidak saya balas. Dan parahnya lagi dia sudah punya kekasih hati hahaha…. Sial!!

Dan nyamuk masih bergelut dengan kibasan tangan saya. Sayangnya saya bukan penggebuk nyamuk, dan bukan pula pemukul lalat-lalat pasar. (sedikit mengutip Nietzsche --kalau boleh hahahaha…)…

NB: Ayo ah curhat… sudah lama ga curhat nih!!! Tag donk kalo pada punya tulisan hehehe… Asu, guguk, anjiing…

Apa ini termasuk subversive? Tabu? Atau apalah namanya?

Yang saya yakin, tuhan itu tidak bodoh. Dan dia sangat suka untuk bergurau. Jika tidak, mana mungkin percakapan seperti ini terjadi.

Maaf, tanpa bermaksud menyinggung hal-hal SARA. Tapi ini butuh perenungan kawan!!!