Dunia tanpa cermin Minggu, 11 oktober 2009 (21.44-22.41)

|
Saya bangun pagi tadi sekitar pukul 07.30. badan saya masih terasa pegal basket kamis lalu.

Ide ini sudah terkumpul sejak 2 hari yang lalu setelah mendengar lagu Sade-Bullet Proof Soul.mp3 ditambah pengaruh film CLOSER dan diskusi dengan Peri Kecil saya. Baru terealisasi sekarang ditengah kesibukan skripsi yang menggila.

Lagi-lagi saya merasa tulisan ini penting untuk dibaca/mungkin tidak juga.

Ada yang mengatakan kalau hidup ini seperti permainan catur. Setiap langkah harus dipikirkan dengan seksama dan hati-hati.

Baiklah. Cukup basa-basi di atas basa-basi.

Pernahkah kamu membayangkan sebuah kehidupan. Ya. Sebuah dunia tanpa cermin.

Kamu tidak tahu seperti apa wajah kamu. Dunia tanpa pantulan wajah. Air tanpa pantulan wajah. Narcissus tenggelam di danau akibat kekagumannya pada wajah sendiri.

Coba sekarang kamu berkaca. Atau kamui boleh lihat gaya andalan foto kamu di HP, folder foto di computer atau album foto jaman dahulu.
Nikmati metamorfosa wajah, mimic dan gesture yang kamu punya.

Saya bisa membayangkan dunia tanpa cermin.

Saya, kamu, kita: tidak tahu seperti apa wujud maupun wajah sendiri.
Saya, kamu, kita: hanya bias melihat wajah orang lain.
Lupakan ratu kecantikan dan pria idaman.
Lupakan gadis sampul dan iklan macho celana dalam pria.

Satu-satunya cara untuk melihat wajah kamu adalah dengan melihat focus, dalam, dan sangat dalam kedalam mata lawan bicara kamu.
Kamu akan tahu seburuk apa wajah kamu.

Lupakan selera. Tampan>Jelek, Cantik>Jelek.
Toh, kamu tidak bisa melihat wajah kamu sendiri.
Kamu akan lebih memperhatikan orang lain daripada diri sendiri.

Kamu akan merasa lebih merdeka. Seperti orang gila yang telanjang dipinggir jalan.
Ya. Kemerdekaan yang absolute hanya saya rasakan dalam kamar mandi.
TELANJANG. Saya tinggalkan semua atribut, pakaian, gengsi, hasrat, kehendak.
Hanya saya yang tahu apa yang terjadi di dalam situ.

Saya tidak bisa melihat hidung, pipi, dagu, alis, gigi, lidah, rambut, telinga dan bahkan mata saya sendiri. Kepala kalian saja yang saya lihat.
Kepala-kepala kalian berbeda bentuk, bervariasi. Seperti pelangi.

Saya berpikir, kalian juga pasti ingin tahu bentuk wajah kalian.
Maaf. Karena saya lancing dengan mudah bisa melihat wujud wajah kalian tanpa susah payah.
Maaf. Saya hanya bisa menceritakan wajah kalian kamu: pipi seperti si A, mulut seperti si B, mata si C, hidung si D.
Tapi tetap saja kamu tidak bisa membayangkannya, meskipun saya membuatkan lukisan atau sketsa wajah kamu. Beruntung bagi yang terlahir kembar. Kamu bisa melihat wajahmu dalam wajah kembaranmu.

Malam ini. Aku menceritakan dunia ini pada wanita yang ingin kupinjam hidupnya.
Lalu akau bertanya: “Siapa yang menuliskan sejarah? Yang menang atau yang kalah perang?”

Saat kamu memikirkan cinta. Itu hanya sebatas pikiran.
Cinta itu mesti dialami dan dihidupi, bukannya dipikirkan.

Kita sering meminjam waktu dari hidup orang. Bagi saya, setiap detik sangat berharga dalam hidup yang Cuma satu kali ini.
Saya tidak akan menghabiskan waktu dengan menabung. Saya tidak ingin membeli jaguar untuk liburan di Surga.

Saya melangkah tanpa tahu wajah saya sendiri. Tanpa pernah melihat wajah saya sendiri.
Tapi saya cukup bahagia dapat melihat kalian.
Tapi. Berikan saya sedikit waktu untuk ke kamar mandi.

Seorang gadis bercerita:
Dia berada di satu ruang kuliah. Bersama 99 mahasiswa/i. Seorang dosen lanjut usia bercerita didepan kelas tentang sebuah pelajaran berharga yang tidak bisa didapat dari ruang lainnya. Ruang itu begitu hening, membosankan, terang, terang dan terang. Rasanya semua ingin pergi ke toilet. Tapi ada sebuah daya magis, bandot tua itu menghipnotis hingga semua lekat di kursi masing-masing.
Gadis itu berpikir: “Lampu ruangan ini harus aku matikan supaya kejenuhan ini usai.”
Dia mematikan lampu.
Seisi kelas riuh, mengeluh. Pilihannya salah.
Dia mengira semua jenuh. Ya. Tapi mereka tidak lelah untuk menimba ilmu mata kuliah kehidupan.
Dia mengira. Dengan melihat wajah yang lainnya, ia bisa mewakilinya seperti sketsa.

Ya. Setiap hari adalah perang. Saya ingin selalu jadi pemenang. Maka saya mainkan peran dengan keras kepala. Terserah jika kalian punya pilihan lain.

Pernahkan terpikir? Setiap hari kita berfoya-foya! Bahkan tanpa uang sepeserpun. Nafas adalah harta.
Kita semua pernah lupa untuk bernafas. Tapi toh kita tetap hidup!!!
Oksigen masuk ke paru-paru, memompa jantung, memacu denyut nadi ke sekujur tubuh.
Hidup sangat layak untuk dijalani tanpa mengeluh. Walaupun saya masih suka mengeluh.

Terkadang saya merasa lelah membaca, karena semakin banyak saya membaca, ternyata semakin banyak hal yang tidak saya ketahui.
Apakah ilmu memiliki muara?
Seperti sisa hujan yang menyisakan pelangi.

Saya mengendap ke dalam jiwa-jiwa kalian hanya untuk mengatakan, “Sampai jumpa di dunia tanpa cermin.”

Saya ingin hidup merdeka di kamar mandi.
Tapi ruang itupun telah membatasi kemerdekaan saya.
Saya tidak memiliki kemerdekaan? Siapa yang memilikinya?
Oh, sungguh saya terkagum pada Albert Camus.

Jika cinta adalah senjata, maka manusia adalah martir.
Jika kejujuran hanya akan membuatmu punah, maka benar adanya bahwa kebohongan adalah mata uang dunia. Itu yang akan membuatmu kaya.
Tapi aku tidak ingin kaya. Aku hanya ingin menikmati hidup!!!

Mental Trip, Rock on!!!

Nb: di tulis di tengah kegalauan skripsi hehehe…

0 komentar: