Seperempat Kebenaran. (Sebuah Percobaan ke Dua Merefleksi Pemikiran Albert Camus)

|
Seperempat Kebenaran
Minggu, 8 november 2009. (21.03-22.30).

“Tapi kita mungkin malah harus melawan kebohongan atas nama seperempat kebenaran”. Albert Camus.

Malam redup. Namun jiwaku sangat-sangat dan sunguh-sungguh terbakar dan bersemangat. Mungkin saja orang bisa jatuh cinta setiap saat, meskipun sebenarnya sekali saja cukup. Militansi dalam jiwa saya adalah sesuatu yang pasif dan laten, yang hanya muncul pada waktu-waktu senggang saja. Kebanyakan dalam keseharian walaupun beraktifitas super padat, jiwa saya tertidur. Mandul.

Saya lebih sibuk berpikir daripada berbuat. Pikiran saya jauh lebih luas dari perbuatan saya.

Berpikir sederhana tidak sama dengan berpikir pendek. Hidup terlalu singkat untuk membuang kesempatan pada satu jalan kebodohan yang tidak pernah kamu ketahui maknanya.

Siapa yang sungguh-sungguh suci untuk dapat menilai diri manusia lainnya? Kamu sekalian tidak pernah memiliki hak untuk itu.

Saya menghidupi zaman ini tidak seperti kawan-kawan sezaman saya menghidupi zaman ini. Terlalu banyak kekecewaan yang muncul setelah tumpukan buku-buku dan literature yang nyaris membusuk di sudut kamar membawa informasi dan angin segar bagi jiwa saya.

Entah apa gumpalan kertas itu membawa kebohongan atau hanya membawa seperempat kebenaran. Yang saya tahu saat ini saya memilih untuk menemukan kebahagiaan dan identitas diri yang beradaptasi, berasimilasi kemudia bermutasi menjadi makhluk pra-imitasi. Sekarang, saat skizoprenia kambuh, mulailah sedikit demi sedikit scopophilia menjangkiti pikiran.

Pseudo-reality. Oh, betapa serunya tayangan bertajuk “Reality Show”. Betapa memukaunya “Infotainment Gossip”. Setiap pagi, siang, sore dan malam menjejali pikiran.

Pada notes sebelum ini, saya menyatakan bahwa saya menemukan kemerdekaan di dalam kamar mandi. Saya bebas bertelanjang dan berbuat sesuka hati. Tapi hari ini saya berkata lain. Saya tidak pernah merasa menemukan kemerdekaan, apalagi kebebasanm dalam kamar mandi itu.

Kamar mandi dalam konteks ini bagi saya hanya menyajikan kemerdekaan semu. Selama ini saya salah dan telah membiarkan masyarakat yang gila ini tertawa di tanah lapang, sedangkan saya menyalurkan “kebebasan” hanya dalam petak-petak kamar mandi yang saya temui.

Seperempat kebenaran. Kurang dari satu, kurang dari setengah.

Saya nyaris selalu gagal menemukan kewarasan. Tapi toh saya telah memilih secara laten dan tidak terdefinisi apa yang saya perjuangkan (dan apa yang saya sangkalkan) dan pilihan criteria mengenai kewarasan secara personal di tengah masyarakat yang entah bagaimana awa mulanya hingga bisa mengidap penyakit kronis yang tak kunjung sembuh.

Bicara tentang kebebasan dan keadilan. Mereka adalah dua hal yang berkaitan. Saling mempengaruhi satu sama lain. Kebebasan tanpa keadilan akan menciptakan masyarakat barbar dan lebih dari setengah sinting daripada zaman ini. Sedangkan keadilan tanpa kebebasan adalah mimpi di siang bolong.

Kini saya memilih menuangkan air dalam kendi untuk bisa dinikmati seluruhnya oleh tanah, air, angin dan udara. Saya berharap bisa merdeka di luar kamar mandi.

Albert Camuys mengatakan dalam judul tulisan yang sama, “Jika kita harus gagal, akan lebih baik bila kita ada pada pihak yang memilih kehidupan daripada pihak yang memusnahkan kehidupan”.

Dunia ini memang harus dalam keadaan yang tetap mendidih agar selalu layak untuk dijalani. Setiap hari selalu menimbulkan alasan-alasan baru untuk menjalani hidup penuh dengan senyuman, bahkan pada kemunafikan sekalipun.

Saya juga bukan orang yang suci. Tulisan saya ini juga bekan sesuatu yang terlalu istimewa apa lagi saya banyak meminjam kutipan orang lain.

Tapi masalah kebebasan dan keadilan, kebenaran dan kebohongan tidak akan pernah berhenti, masyarakat harus terus maju dan diberi suplemen wacana meskipun hanya seperempat kebenaran saja. Selebihnya kita berikan kepada mereka ruang untuk mencari sesuatu yang ada diluar dirinya dan lingkungan terdekatnya tanpa paksaan dan tirani mayoritas.

Kompromi mutlak dilakukan?
Ya, untuk menerapkan seperempat kebenaran kita harus tetap hidup dan berbaur dengan masyarakat yang sakit ini. Seperti halnya manusia hidup untuk melanjutkan eksistensinya di dunia.

Menciptakan kebudayaan superorganic seperti yang disebutkan oleh Herskovits. Konstruksi realitas apa yang sebenarnya saya bayangkan? Entahlah. Dengan bersikap seperti ini saja toh akan adal orang yang menganggap saya menyimpang. Subversive. Padahal tidak juga. Saya ini pengecut koq!!!

Counter-culture seringkali dianggap sesuatu yang negative dalam masyarakat yang tunduk dan menyerahkan segala urusan keadilan dan kebebasan pada aparat. Maka tidak heran jika isu anarkisme sering di belokkan dan di pelesetkan oleh media sebagai sesuatu yang berbahaya, tindakan barbar, tidak bermoral dan merusak. Padahal tidak sepenuhnya benar.

Bahkan seperempat kebenaran saja sudah lebih dari cukup untuk mempengaruhi orang bukan??

Sedangkan Surjono Soekanto mengatakan dalam Pengantar Sosiologi, “Counter-Culture tidak harus diberi arti negative, karena adanya gejala tersebut dapat dijadikan petunjuk bahwa kebudayaan induk di anggap kurang dapat menyelaraskan diri dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan”. Dalam pengertian ini, ada sekelompok kecil elemen masyarakat yang mempunyai ide baru tentang kehidupan yang mereka serap dari budaya lain yang telah disesuaikan terlebih dahulu dengan budaya mereka sepenuhnya.

Karena kebudayaan merupakan sesuatu yang dinamis, maka perubahan yang terjadi di dalamnya merupakan sesuatu yang biasa.

Masyarakat, menurut Kingsley Davis, adalah sistem hubungan dalam arti hubungan organisasi-organisasi dan bukan hubungan antara sel-sel. Apabila mengambil definisi kebudayaan dari Tylor yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai masyarakat. Maka perubahan-perubahan kebudayaan adalah setiap perubahan dari unsur-unsur tersebut. Lalu apa yang harus diatkuti dari perubahan sosial yang merupakan bagian dari perubahan kebudayaan?

Masalahnya kini, adalah bagaimana memadukan budaya-budaya yang ada agar “sesuai” dengan “selera” masyarakat?

Mengenai kebebasan. Dia bukanlah sesuatu yang tanpa batas. Kebebasan kita terbatas pada orang di sekitar kita sehingga kita harus terus beradaptasi agar tetap dapat menghidupkan ide-ide abru di tengah-tengah mereka.

Sebagai penutup, saya mengutip satu lagi quote Albert Camus, “Memilih kebebasan bukanlah memilih sesuatu melawan keadilan, seperti kata kebanyakan orang. Sebaliknya, saat ini kebebasan dipilih karena adanya orang-orang yang menderita dan berjuang dimana-mana dank arena hanya kebebasan seperti itulah yang patut diperjuangkan. Kebebasan dipilih pada saat yang sama dengan keadilan, dan dengan begitu kita tidak bisa memilih yang satu tanpa yang lain”.

Ya. Bahkan seperempat kebenaran telah lebih dari cukup untuk mempengaruhi orang lain. Seperempat dan setengah kebenaran lainnya, biarlah mereka yang mencari dan temukan dengan sendirinya.

0 komentar: