Serupa apa? Hasrat Helios dan Sejarahmu

|
Saya tidak tahu sekarang jam berapa. Sekarang sudah memasuki dini hari. Adzan subuh baru saja berkumandang, cukup memecah keheningan dini hari ini dan cukup membuat konsentrasi meditasi saya buyar.

Tak apalah. Suara itu adalah panggilan yang baik.

Berminggu-minggu saya jarang berjumpa dengan pagi hari. Pagi dalam arti suasana. Saya kehilangan rasa peka untuk menikmati pagi hari.
Udara yang masih sejuk, embun, kabut, desir angin yang membuat tubuh merinding. Ada suatu kelembapan yang sulit untuk dijabarkan.

Matahari terbit dari belakang rumah saya. Terbenam di depan rumah saya. Menyengat di atas rumah saya.

Helios.

Energi murni yang sama yang telah menerangi hari-hari siang bertukar malam yang di alami nenek moyang manusia. Adam dan Hawa. Bagaimana mereka memaknai sifat matahari?
Matahari adalah saksi bisu dari milyaran sejarah manusia yang terjadi kala dia bersinar. Sisanya dia serahkan pada bulan yang selalu tak pernah bisa menepati tugasnya.

Matahari tentu tahu bahwa banyak hal keliru yang dilakukan manusia. Mungkin ini saat yang tepat mengganti lirik tembang lawas Doel Sumbang menjadi, "kalau matahari bisa ngomong".

Ya. Kalau saja begitu. Dia tentu akan memberitahu manusia bahwasanya kebencian itu tidaklah perlu diagungkan dalam kesumat hasrat yang tersumbat.
Bumi tidak sehebat itu.

Gandhi juga tahu. Kalau bumi mampu memenuhi kebutuhan manusia, tapi bumi tidak mampu mencukupi keserakahan manusia.

Para penulis sejarah mestinya sering-sering bertelepati dengan matahari. Karena sejarah-sejarah yang tak pernah tuntas membuat orang saling menikam.

Tulisan Sejarah mana yang kamu benarkan? Lukisan Sejarah mana yang kamu yakini?
Atau.
Apa kamu berani membuat sejarahmu sendiri?

Lahir, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, istirahat, lalu mati. Siklus hidup yang nampaknya tak terelakkan.

Jadi kamu masih percaya sejarah 1 dimensi? Kamu masih saja mau jadi masyarakat tontonan? Masyarakat penonton. Pengikut tuan besar. Budak belian.

Saat kata direduksi maknanya. Disitu telah terjadi pengebirian logika.
Banyak istilah ekstrim yang bertendensi negatif perlu di redefinisi.

Temanku mengingatkanku dengan sebuah kutipan dari Munir, "ketakutan kita hari ini adalah tentang keberanian". Seingat saya seperti itu.

Kamu takut jadi pahlawan? Janganlah terlalu banyak menonton sinetron.
Jangan terlalu lama di cafe. Jangan terlalu banyak makan fastfood.
Jangan terlalu banyak teori.
Dan jangan terlalu percaya apa yang saya katakan.
Kamu cari bentukmu sendiri.

Mungkin di lain hari kita bisa merasakan suasana pagi yang setara, sama, namun tetap indah dengan harmoni perbedaan yang mutlak harus tetap terjaga.

Selamat menikmati pagimu.

Segelas teh hangat.

Obrolan santai dengan orang tua.

Mandi.

Sarapan.

Lalu?

Hadapi hari. Jadikan matahari sebagai pencatat sejarah hidupmu hari ini.

Bravo Helios!!....

0 komentar: